Saturday, December 16, 2006

Review Astra

Diambil dari http://bukubacaku.blogspot.com/

Judul : Siapa Bilang Kawin itu Enak
Penulis : Tria Barmawi
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, September 2006
Tebal : 176 hlm; 21 cm



Sebagai seorang lajang, tak pernah terbayangkan dalam benak saya bagaimana rasanya kehidupan berumah tangga. Paling-paling hanya melihat kehidupan pernikahan orang tua saya yang rasanya kok ajeg banget. Apa karena usia pernikahan mereka yang sudah puluhan tahun ya? Entahlah. Tapi kehidupan pernikahan menjadi sangat dinamis di tangan Tria Barmawi.

Banyak sekali pernak-pernik dunia pernikahan yang terasa lucu, unik, mellow, bahkan gokil yang terangkum dalam buku ini. Yang menarik, Tria bahkan mengelompokkan ke -17 cerita pendek-nya dalam sub-judul berbeda, seolah-olah menggambarkan fase-fase dalam dunia pernikahan itu sendiri. Simak misalnya sub-judul Dua Jadi Satu yang membawahi judul ”Lamarlah Aku Seperti Mereka” dan ”Siapa Bilang Kawin itu Enak?” Sesuai sub judulnya, cerpen ini mengisahkan langkah paling awal dari hidup berumah tangga: kawin alias nikah! Dari sub judulnya: Tabir Mulai Terkuak, Cinta Tak Lagi Cukup, Bumbu Cinta dan Bersama Selamanya, sudah bisa diduga fase pernikahan apa yang tengah dialami oleh setiap pasangan dalam kisah ini.

Dikisahkan dengan cara yang ringan dan jauh dari kesan porno (maklum deh, namanya juga lagi ngomongin soal pasangan muda kan, hehehe), semua cerita dalam buku ini lumayan bisa membuat saya berpikir tentang lika-liku kehidupan berumah tangga. Mulai dari kebiasaan tidur (Di Kamar Tidur; hal. 33), bedanya sifat pria dan wanita (Mars & Venus; hal. 43) hingga soal selera makan (Ketika Lidah Jadi Masalah; hal. 52). Ternyata lumayan seru dan asyik juga. Simak cerpen yang menjadi judul utama kumcer ini. Meski begitu banyak siksaan (sampe enam) – padahal mahligainya baru saja dimasuki – namun tokh tokoh gue dalam cerita ini tetap berkata bahwa kawin itu enak: ”Nah, jadi kata siapa kawin itu enak? Ya kataku dong...(hal. 30)

Selain lucu, cerita di dalamnya rata-rata mengandung suatu pesan tertentu. Seperti cerpen ’Takut’ (hal. 75) yang meski renyah dan ringan, namun mengusung hal yang lumayan serius: poligami dan perceraian. Namun diantara semuanya, cerita yang paling saya suka adalah “The Most Sensitive Person in the World” (hal. 64). Mungkin karena sifat saya yang mirip dengan karakter dalam kisah itu. Rasanya gue banget saat membaca kisah tersebut. Sementara “One Night in the Valley” (hal. 91) agak corny menurut saya. Too perfect saja rasanya.

Saya tadinya tidak ’ngeh’ kalau Tria tengah menceritakan pasangan yang berbeda-beda. Sadarnya baru saat memasuki cerita ke-3. Saya pikir tadinya malah Tria bukan tengah menulis kumcer, soalnya ceritanya seolah bersambung. Saya sampai harus kembali melihat cover dan setelahnya baru manggut-manggut (”Ooo, memang kumcer tho ternyata”). Yaaa...selain membuat salah persepsi tadi, kumcer ini lumayan membuat saya penasaran untuk segera merasakan dinamisnya kisah-kisah perkawinan dalam buku ini.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home